REDENOMINASI RUPIAH
Konferensi pers Gubernur Bank Indonesia tentang redenominasi rupiah menegaskan bahwa BI akan mengusulkan redenominasi rupiah dengan menghilangkan 3 nol terakhir di mata uang kita. Prosesnya direncanakan akan berlangsung selama 5 tahun dimulai pada tahun 2011. Proses denominasi terdiri dari dua tahap, yaitu 2 tahun masa sosialisasi dan 3 tahun masa transisi. Dalam masa transisi, Rupiah lama dan Rupiah baru akan berlaku secara bersamaan, sehingga setiap barang akan memasang dua harga. Misalnya, 1 butir telur akan mematok dua harga yaitu 1.000 Rupiah lama dan 1 Rupiah baru.
Dengan redenominasi ini, nilai nominal Rupiah akan lebih setara dengan mata uang Negara lain, misalnya 1 Yen akan setara 0.1 Rupiah, 1 Ringgit akan setara 2.8 Rupiah, dan 1 Dollar akan setara 9 Rupiah. Redenominasi sudah sepatutnya dilakukan mengingat Rupiah memiliki nilai nominal paling tinggi di dunia setelah empat Negara berkembang lainnya, yaitu Zimbabwe, Vietnam, Somalia, dan Iran. Bagi yang sering berinteraksi dengan mata uang asing, betapa kita merasakan bahwa nilai Rupiah terlalu besar dan “kurang berharga” dibandingkan mata uang asing.
Secara makro ekonomi, dampak redenominasi Rupiah tidaklah ada. Dilihat dari model ekonomi apapun, redenominasi tidak akan berpengaruh ke variabel nominal apalagi ke variabel riil dalam perekonomian. Lebih jauh, redenominasi tidak akan menyebabkan kenaikan/penurunan inflasi. Untuk menggambarkan efek netral redenominasi secara sederhana, proses redenominasi dapat digambarkan sebagai berikut: Pak Badu memiliki uang Rp.10.000 dan harga sebutir telur Rp. 1.000, sehingga pak Badu dengan uangnya mampu membeli 10 butir telur. Jika pemerintah melakukan redenominasi dengan menghilangkan 1 nol terakhir, maka uang pak Badu akan menjadi Rp. 1.000 dan harga satu butir telur menjadi Rp.100. Redenominasi ini tidak menimbulkan efek inflasi karena dengan uang yang dimilikinya, pak Badu tetap bisa membeli 10 butir telur, sama persis dengan jumlah telur yang dapat dibelinya sebelum redenominasi.
Untuk memahaminya lebih mendalam, mari kita tengok pengalaman redenominasi di negara lain yang memiliki tingkat perekonomian yang relatif sama dengan Indonesia, yaitu Turki dan Rumania. Turki menghilangkan 6 nol pada mata uangnya “Lira” pada 1 Januari 2005, sedangkan Rumania menghilangkan 4 nol pada mata uangnya “Leu” pada 1 Juli 2005. Kedua proses redenominasi tersebut berlangsung lancar dan tidak menyebabkan kekacauan dalam kegiatan perekonomian. Turki melakukan sosialisasi redenominasi selama 1 tahun, sedangkan Rumania hanya dalam waktu 6 bulan. Bandingkan dengan rencana BI, sosialisasi akan dilakukan selama 2 tahun, rentang waktu yang sudah sangat memadai untuk sosialisasi.
Redenominasi Bisa Menghemat Rp 15 Triliun
Bank Indonesia mengungkapkan hasil kajiannya tentang berbagai efisiensi yang dapat diperoleh dari pelaksanaan redenominasi atau perampingan angka nominal rupiah. Salah satunya adalah penghematan biaya pencetakan uang oleh bank sentral.
Penghematan tersebut diperoleh dari frekuensi pencetakan pecahan mata uang yang jadi lebih sedikit. Iskandar menjelaskan, dengan redenominasi--menghilangkan tiga digit angka nol di setiap pecahan rupiah--uang kertas ribuan akan diganti dengan uang logam yang lebih awet.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan redenominasi membutuhkan masa transisi hingga 10 tahun. Jika dimulai pada 2013, akan berlangsung hingga 2020 dalam tiga tahapan. Tahap pertama, pada 2013-2015 diberlakukan dua denominasi, yakni uang lama dan baru. Uang lama dengan digit tiga nol, dan uang baru tiga digitnya dipangkas dengan bubuhan tulisan "rupiah baru".
Tahap berikutnya, pada 2016-2018, secara alamiah dalam tiga tahun diperkirakan uang lama habis. Selanjutnya, pada 2019-2020, pemerintah menghilangkan tulisan "baru" pada uang yang beredar. "Kembali kita sebut rupiah, tapi sudah dengan satuan. Anda bawa Rp 5 pun sudah bisa beli sesuatu," kata Darmin.
Menurut Darmin, setelah 100 persen uang baru terbit, pemerintah tetap memberi jangka tiga tahun bagi masyaraikat yang masih menyimpan uang lama untuk menukarnya ke bank. "Akan ada undang-undang yang mewajibkan seperti itu," kata dia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengatakan penerapan redenominasi tidak bisa dipandang sekadar untung-rugi keuangan negara. Sosialisasi, kata dia, menjadi masalah utama. Menurut dia, yang paling terkena dampak penerapan perampingan angka nominal mata uang adalah pengusaha karena harus berinvestasi lagi untuk mengganti pembukuan. "Kalau masyarakat biasa, mudah saja mengikuti perubahan. Asalkan harga tidak naik, bagi mereka cukup," kata dia.
Patut Dilakukan
Redenominasi perlu segera dilakukan agar nilai tukar rupiah yang telah terdepresiasi selama ini bisa lebih kuat, kata pengamat ekonomi dari The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip. “Kebijakan redenominasi itu perlu juga diambil karena nilai tukar kita sudah banyak turun akibat devaluasi sejak zaman orde lama dan orde baru, ” katanya di Jakarta, Minggu.
Pada sekitar tahun 1990-an nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih sekitar Rp1.500,00-Rp2.000,00 per dolar AS. Saat ini, nilai tukar rupiah bergerak di sekitar Rp9.000,00 per dolar AS. Ia menuturkan tren pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih banyak turun daripada naik. “Trennya turun terus, jarang sekali turun 10 poin lalu naiknya 15 poin, malah naik hanya 5 poin. Dalam 12 tahun terakhir itu yang terjadi, rupiah terdepresiasi,” katanya menegaskan. Lemahnya nilai tukar rupiah tersebut, lanjut dia, sering kali spekulator memanfaatkan untuk melakukan transaksi “carry trade”, yaitu memanfaatkan selisih nilai mata uang antara valuta asing (valas) dengan rupiah untuk mengambil keuntungan dari transaksi perdagangan valas. “Saya pikir sudah saatnya, kalau dibilang masih wacana itu salah, sosialisasi harus dimulai dari sekarang agar lima tahun lagi sudah bisa diimplementasi. Rupiah akan lebih punya harga, toh di sisi riilnya tidak ada pengaruhnya,” ujarnya.
Mantan Menteri Negara badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sugiharto yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah IEI mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan redenominasi. “Kenapa momentumnya bagus karena pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil meski ada gejolak ekonomi dunia. Tapi memang perlu sosialisasi yang intensif. Kalau tidak sekarang kapan lagi?” ujarnya. Sugiharto memperkirakan sosialisasi dan latihan penggunaan rupiah baru cukup dilakukan dalam dua hingga tiga tahun agar dalam lima tahun ke depan redenominasi bisa terlaksana secara penuh
Menilik dari kebijakan ekonomi, kebijakan redenominasi ini sudah patut dilakukan karena inflasi sudah rendah, di mana maksimal di bawah 10 persen. Hal ini disampaikan Ekonom Standard Chartered Bank (SCB) Fauzi Ikhsan, saat Media Gathering SCB, di Bogor, Sabtu (7/8/2010). Selain itu kondisi makro juga baik dengan kondisi mata uang Rupiah juga menguat. Serta rasio utang terhadap PDB Indonesia sudah mulai menurun.
Sebelumnya, Fauzi mengatakan, bila redenominasi dianggap bukan sesuatu yang mengkhawatirkan dan serius. Hal itu bisa terjadi jika sosialisasi ke masyarakat benar-benar dijalankan. “Sebenarnya redenominasi itu bukan isu serius dan sudah pernah dibicarakan selama 10 tahun lalu dan sudah pernah dilakukan pada 1966,” ungkapnya. Namun kebijakan redenominasi akan menjadi masalah saat sosialisasi ke masyarakat kurang. Sehinggga masyarakat masih menganggap kebijakan redenominasi ini masih disamakan dengan isu sanering seperti yang pernah terjadi pada 1966. “Padahal redenominasi dan sanering merupakan hal berbeda,” jelasnya. Sedangkan redenominasi yang pernah dilakukan pada 1966 gagal, lanjut Fauzi, disebabkan karena inflasi pada tahun tersebut tinggi mencapai 6.500 persen dalam setahun
Memang harus diakui redenominasi bisa digunakan sebagai alat untuk mengendalikan money supply pada saat terjadi hyper inflation (sanering) dan biasanya sanering dilakukan didalam perekonomian yang sedang collapse oleh rezim yang bermasalah. Ironisnya, Indonesia pernah merasakan pengalaman buruk tentang sanering pada saat akhir orde lama pada Desember 1965. Saat itu pemerintah memotong nilai nominal mata uang, sedangkan harga barang dibiarkan tetap mengikuti harga lama. Akibatnya masyarakat merasakan dampak yang luar biasa karena saat itu harga barang hanya turun satu persen dari nilai pemotongan, sehingga kekayaan masyarakat menjadi jauh lebih kecil dari kekayaan awal. Tetapi yang perlu diingat bahwa redenominasi sekarang berbeda dengan sanering tahun 1965, inflasi saat ini sangat terkendali dan BI juga memberikan masa transisi yang cukup sehingga harga barang akan turun sebesar penurunan nilai nominal uang.
Mengingat bahwa redenominasi memberikan banyak manfaat tanpa memberikan risiko berarti pada perekonomian, sudah selayaknya masyarakat mendukung program tersebut. Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan yang terkesan masih apriori dengan rencana denominasi harus segera memberikan dukungan bagi BI guna memperlancar agenda besar ini.
Dampak Pada Perdagangan Saham
Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), 5 Agustus 2010 pada pembukaan pasar didominasi aksi beli pelaku pasar yang memburu saham bank dan industri telekomunikasi karena isu redenominasi rupiah masih menimbulkan kekhawatiran.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI naik 0,08 persen atau 2,607 poin menjadi 2.976,263 dan indeks LQ-45 bertambah 1,549 poin atau 0,34 persen menjadi 569,578 poin.
Analis PT Millenium Danatama Securities, Ahmad Riyadi di Jakarta, mengatakan, pelaku pasar secara perlahan-lahan mulai mengerti redenominasi rupiah baru merupakan wacana yang memerlukan waktu panjang untuk merealisasikan upaya tersebut.
Karena itu pelaku pasar mulai bangkit dengan membeli saham-saham lapis dua, dan saham unggulan yang dinilai masih dapat bergerak naik, ucapnya.
Ahmad Riyadi mengatakan, pelaku pasar pada menit pertama perdagangan masih sempat melepas saham yang dimiliki, karena kekhawatiran terhadap redenominasi rupiah masih tinggi.
Namun melihat indeks BEI Selasa terkoreksi, maka mereka mulai melakukan pembelian saham murah, sehingga indeks kembali menguat, meski posisinya masih dibawah 3.000 poin, ucapnya.
Menurut dia, indeks akan kembali menguat pada Rabu siang yang terus mendekati angka 3.000 poin, sehingga pelaku pasar optimis ekonomi Indonesia masih tetap baik.
"Kami semula khawatir dengan rencana Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi rupiah, bahwa ekonomi Indonesia menimbulkan masalah," ucapnya.
Namun pengertian antara redenominasi dan sanering memang berbeda yang dilakukan dalam kondisi yang pertama ekonomi tumbuh positif sedang satu lagi dalam kondisi ekonomi tidak sehat, katanya.
Saham-saham yang mendukung pergerakan indeks naik adalah saham perbankan seperti Bank Mandiri naik Rp100 menjadi Rp5.795, saham Bank BRI naik Rp100 menjadi Rp9.150, saham BCA naik Rp50 menadi Rp5.850, saham BNI naik Rp25 menjadi Rp2.900.
"Kami optimis perdagangan saham pada Rabu siang nanti akan kembali menguat, " ujar Ahmad Riyadi.
Analisa Mengenai Redenominasi Rupiah
Saat ini dunia ekonomi Indonesia terusik dan mulai terguncang dengan adanya wacana Redominasi Rupiah. Bahkan sebagian masyarakat yang belum paham redominasi mulai waswas karena trauma ekonomi saat sanering puluhan tahun yang lalu di Indonesia masih membekas. BI akan mulai melakukan sosialisasi redenominasi hingga 2012 dan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. Redenominasi diharapkan bisa tuntas pada tahun 2022. Namun, ternyata semakin terungkap bahwa hal itu masih wacana. Tetapi seharusnya bila hal tersebut dilaksanakan tidak ada yang harus dikawatirkan.
Beberapa alasan diperlukannya redenominasi adalah :
Pertama, pecahan uang yang terlalu besar akan menimbulkan ketidak efisienan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi. Dengan pecahan yang terlalu besar, diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
Kedua, redenominasi dapat digunakan untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Ketiga, nilai nominal uang yang terlalu besar mencerminkan bahwa suatu negara mengalami inflasi yang tinggi pada masa lalu atau kondisi fundamental ekonominya kurang baik. Sejalan dengan membaiknya fundamental ekonomi Indonesia, maka dengan redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat sehingga memberikan kebanggaan untuk memegang uang Rupiah.
Strategi yang perlu ditempuh adalah mempersiapkan program redenominasi dengan baik sehingga redenominasi dapat dilaksanakan dengan lancar. Hal ini sejalan dengan kajian yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa dengan persiapan yang matang maka peluang untuk keberhasilan redenominasi menjadi lebih besar. Untuk itu, program redenominasi akan dilakukan dengan beberapa tahapan. Secara garis besar, pelaksanaan redenominasi Rupiah dibagi dalam 4 (empat) tahapan besar, yaitu tahap penyiapan, tahap pemantapan, tahap implementasi dan transisi, serta tahap phasing out. Agar tahapan ini berjalan lancar, kegiatan ini akan dikoordinasikan dengan Pemerintah dan perlu mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat (merupakan kebutuhan yang diarasakan oleh masyarakat Indonesia).
Walaupun secara garis besar rencana BI sudah baik, ada beberapa masukan untuk menyempurnakannya. Pertama, saya lebih prefer untuk menghilangkan 2 nol daripada 3 nol. Alasan pertama adalah secara de facto bahwa nilai pecahan Rupiah terendah yang berlaku di masyarakat adalah Rp. 100. Dengan dua digit redenominasi, perilaku masyarakat tidak akan berubah karena mereka masih dapat menggunakan pecahan terkecil yang biasa mereka gunakan. Alasan kedua, redenominasi 3 digit akan dapat menyebabkan perubahan inflasi karena efek pembulatan. Ambil contoh sebuah barang seharga Rp.100 akan dijual Rp. 1 setelah redenominasi karena tidak ada pecahan Rp. 0.1, sedangkan dalam redenominasi dua digit, penjual masih dapat menjual barang tersebut senilai Rp. 1. Harus diakui bahwa redenominasi 2 digit juga tidak bebas dari efek pembulatan, tetapi efeknya akan sangat kecil karena saya yakin bahwa secara de facto pecahan terkecil yang berlaku di masyarakat sekarang adalah Rp. 100.
Usulan kedua saya adalah pengurangan waktu untuk proses redenominasi. Pertama, masa transisi sebaiknya dikurangi dari 3 tahun menjadi hanya 2 tahun. Kembali ke pengalaman Turki dan Rumania, masa transisi di Turki adalah 2 tahun sedangkan di Rumania hanya 1.5 tahun. Saya yakin Indonesia bisa mengikuti jejak mereka untuk memperpendek masa transisi, karena Indonesia memiliki tingkat perekonomian dan kualitas SDM setara dengan mereka. Pengurangan masa transisi dirasa penting karena masa transisi identik dengan ketidakstabilan. Masa sosialisasi seharunya juga bisa diperpendek. Seperti dijelaskan diatas bahwa masa sosialisasi di Turki selama 1 tahun dan Rumania hanya 6 bulan, masa sosialisasi di Indonesia bisa diperpendek hanya menjadi 1 tahun terhitung dari awal 2011. Secara de facto, sebenarnya sosialisasi sudah dimulai saat BI mengumumkan rencana redenominasi pada awal Agustus 2010. Jika pengurangan waktu tersebut disetujui, secara keseluruhan redenominasi hanya akan memerlukan waktu relatif singkat hanya 3 tahun dan kita tidak akan berlama-lama dalam menyelesaikan sebuah agenda.
Studi Kasus Indeks Perdagangan Saham
Berikut ini adalah hasil data laporan Indeks Perdagangan Saham PT HENAN PUTIHRAI pada tanggal 4 Agustus 2010.
BI RATE DIPERKIRAKAN TETAP PADA LEVEL 6,5%
Rapat dewan gubernur Bank Indonesia (RDG-BI) akan diadakan pada tanggal 4 Agustus 2010 untuk menentukan arah BI Rate. BI rate diperkirakan akan tetap pada level 6,50% menurut 22 ekonom yang disurvey oleh Bloomberg.
DOW JONES TERSERET ARUS NEGATIF
Pada perdagangan Selasa kemarin, Indeks Dow Jones
TARGET DANA GREEN SHOE BBNI SEBESAR 3,1%
Pemerintah mengatakan akan melepas saham green shoe miliknya sebesar 3,1% sebelum realisasi right issue di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Pemerintah mematok mendapatkan dana sebesar Rp 1,2 - 1,4 triliun.
CIC BIDIK INVESTASI DI 3 BUMN SEBESAR US$ 2 M
China Investment Corporation (CIC) siap tanamkan modal sebanyak US$ 2 miliar di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), antara lain PT PLN (Persero), PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III dan PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA).
NIKL AKAN NAIKKAN KAPASITAS PRODUKSI
PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL) menargetkan dapat mencetak volume penjualan 24 ribu ton pelat timah pada triwulan-III 2010. target volume produksi plat timah perseroan hingga akhir September 2010 mencapai 24.500 ton. perseroan juga tengah mempersiapkan peningkatan kapasitas produksi menjadi 160 ribu ton per tahun dari posisi sebelumnya 130 ribu ton per tahun. Peningkatan ini
diharapkan akan selesai pada akhir 2011.
MYRX AKUISISI 97% SAHAM APINUS RAMA
PT Hanson International Tbk (MYRX) telah merampungkan akuisisi 97% saham PT Apinus Rama, perusahaan yang bergerak dalam industri tabung gas elpiji 3 Kg dengan menyuntikkan modal sebesar Rp 10,454 miliar.
INDY DIRIKAN PT LPG DISTRIBUSI INDONESIA
PT Indika Energy Tbk (INDY) menyetor dana Rp 250 miliar untuk mendirikan anak usaha secara tidak langsung, PT LPG Distribusi Indonesia. Injeksi modal
LABA BERSIH SMCB SEMESTER I-2010 TUMBUH 37,85% Laba bersih PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) di semester I-2010 tumbuh 37,85% jika dibandingkan semester -2009 menjadi Rp 386 miliar. Peningkatan didorong oleh kenaikan penjualan sebesar 8,11% menjadi Rp 2,852 triliun. EBITDA naik 14% menjadi Rp 832,8 miliar.
BERAU COAL NAIKKAN TARGET IPO JADI US$ 151 JUTA
PT Berau Coal energy Tbk menaikkan target perolehan dana hasil penawaran umum perdana (IPO) saham menjadi sebesar US$ 151 juta dari sebelumnya sebesar US$ 100 juta. 92% dana IPO untuk capex perseroan dan sisanya untuk akuisisi 100% saham Mapple Holding Ltd.
MARKET OUTLOOK :
Indeks pada perdagangan saham pada tanggal 3 Agustus 2010 akhirnya melemah signifikan sebesar 85,323 poin dengan ditutup pada posisi 2973,656. Pelemahan tersebut akibat aksi jual yang dilakukan investor terhadap mayoritas saham unggulan yang ada di bursa yang dipicu oleh isu redenominasi Rupiah. Transaksi secara keseluruhan berjalan ramai dengan didominasi oleh aksi jual. Dari sekitar 167 saham yang aktif ditransaksikan sebanyak 25 saham mengalami kenaikan, 114 saham turun serta 28 saham tidak berubah.
Indeks pada tanggal 4 Agustus 2010 kemungkinan akan bergerak mixed dengan kecenderungan melemah. Isu redenominasi Rupiah dan melemahnya mayoritas bursa regional diperkirakan akan memberikan imbas negatif terhadap indeks. Dari sisi teknikal, Indeks menembus support line CD dari uptrend channel ABCD. Secara teoritis indeks akan menuju bearish trend apabila pada tanggal 4 Agustus 2010 indeks confirm ditutup melemah. Jika indeks pada tanggal 4 Agustus 2010 benar-benar melemah maka target penurunannya adalah level 2.888 yang merupakan lower line dari bollinger band. Namun apabila indeks sanggup bertahan maka target kenaikannya adalah resistance I dan II hari ini. Indeks pada tanggal 4 Agustus 2010 kemungkinan akan bergerak pada rentang 2.889/2.931 – 3.050 /3.126.
Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/group/moneter/2010/08/04/redominasi-rupiah-pentingkah/
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/08/12/brk,20100812-270651,id.html
http://www.henanputihrai.com/daily/20100804.pdf